Kemenkeu Sebut Belanja Negara ke Meranti Jauh Lebih Besar Ketimbang Sumbangannya

16 Desember 2022 14:48 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kemendagri memanggil Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil. Foto: Dok. Kemendagri
zoom-in-whitePerbesar
Kemendagri memanggil Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil. Foto: Dok. Kemendagri
ADVERTISEMENT
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut pihaknya sangat totalitas dalam memberikan dukungan kepada pemerintah daerah. Hal tersebut tercermin dari dukungan yang diberikan pemerintah pusat untuk Kabupaten Kepulauan Meranti yang jauh lebih besar daripada sumbangan penerimaan negara dari daerah tersebut.
ADVERTISEMENT
Direktur Anggaran Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Kemenkeu Putut Hari Satyaka menjelaskan, pemerintah sudah menyediakan anggaran belanja lebih dari Rp 3.000 triliun di tahun 2022. Dari anggaran tersebut, sebanyak Rp 804,8 triliun diberikan langsung ke daerah melalui dana transfer ke daerah (TKD). Tentunya dana tersebut juga diterima oleh Kabupaten Kepulauan Meranti.
Tak hanya itu, pemerintah pusat juga mengeluarkan belanja sebesar Rp 2.000 triliun yang juga turut dinikmati oleh masyarakat daerah, termasuk Meranti.
"Jadi kalau bisa dilihat imbangnya, berapa sih yang diambil dari Meranti, dibandingkan yang dikembalikan pemerintah pusat lewat berbagai belanja pusat atau daerah? Itu jauh lebih tinggi yang dikeluarkan pusat untuk kabupaten Meranti," kata Putut dalam media briefing di Kantor Kementerian Keuangan, Jumat (16/12).
ADVERTISEMENT
Meski begitu, Putut menegaskan, penjelasan tersebut bukan sebagai ajang perlombaan dengan daerah. Sebab, itulah tugas pemerintah pusat.
"Memang itu tugas pemerintah pusat. Pemerintah membagi duit-duitnya supaya sesuai kewenangannya untuk kemakmuran rakyat," terang dia.
Bupati Kepulauan Meranti, Muhammad Adil yang lagi viral sebut Kemenkeu sebagai iblis dan setan. Foto: Instagram/@muhammad_adil_riau

Kronologis Bupati Meranti Sebut Kemenkeu Diisi Iblis dan Setan

Muhammad Adil, menjadi sorotan publik usai menyebut Kementerian Keuangan (Kemenkeu) diisi iblis atau setan. Ia melontarkan sebutan tersebut kepada perwakilan dari Kemenkeu yaitu Dirjen Perimbangan Keuangan Luky Alfirman saat Rapat Koordinasi Nasional Optimalisasi Pendapatan Daerah di Pekanbaru, Riau, Kamis (8/12).
Pada momen panas tersebut, Adil mempertanyakan soal Dana Bagi Hasil (DBH) minyak di Kepulauan Meranti kepada Kemendagri dan Kemenkeu. Adil merasa wilayahnya diperlakukan tidak adil karena penerimaan DBH Meranti menurun. Padahal harga minyak dunia melonjak naik sampai USD 100 per barel.
ADVERTISEMENT
“Semenjak konflik Rusia dan Ukraina, (harga) minyak naik, tapi kok (pendapatan Meranti) turun? Dan untuk bapak ketahui, tahun ini kami hanya terima Rp 115 miliar, naiknya cuma Rp 700 juta saja. Padahal naik, asumsi 100 dolar AS per barel. Lah, naiknya cuma Rp 700 juta?” tanya Adil.
Adil menyampaikan telah tiga kali mengirimkan pesan kepada Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani untuk melakukan audiensi secara empat mata. Namun, pihaknya selalu ditawarkan audiensi secara daring atau online.
“Ini untuk Pak Dirjen ketahui, berulang kali saya sampai 3 kali menyurati ibu menteri (Menkeu Sri Mulyani) untuk audiensi. Tapi alasannya Menteri Keuangan mintanya online, online, online,” ucap Adil.
Ketidakpuasan Adil meledak hingga menyebut Kemenkeu sebagai iblis atau setan. Ia meminta pemerintah pusat tidak lagi menyentuh minyak bumi di wilayah Meranti. Sebab, daerahnya sudah termasuk miskin ekstrem.
ADVERTISEMENT
“Ini orang keuangan isinya iblis atau setan? Jangan diambil minyak di Meranti itu, nggak apa-apa kami juga masih bisa makan, daripada uang kami diisap sama (pemerintah) pusat. Karena kalau kami daerah kaya sudah ambil Rp 10 triliun enggak apa-apa, kami daerah miskin, daerah ekstrem,” sebut Adil.
Adil menjelaskan tidak menerima hitung-hitungan yang jelas dari pemerintah pusat terkait penjual minyak yang digarap dari Kepulauan Meranti. Menurutnya, hal itu juga menyebabkan penduduk daerahnya terus di bawah garis batas kemiskinan.